Jumat, 13 April 2012

Kemiskinan Bukanlah Alasan Untuk Tidak Belajar ( Kisah Nyata dari Desa )


Oleh: Mohammad Hafidz Anshory
Hidup yang serba kekurangan ( baca miskin) seringkali menjadi penyebab yang dapat mematahkan bahkan membunuh keinginan orang tua untuk menyekolahkan dan melanjutkan pendidikan anaknya-anaknya. Faktanya, ribuan bahkan jutaan anak yang tidak bersekolah dan tidak melanjutkan pendidikannya di negeri kita Indonesia adalah karena factor kemiskinan dan ketidak mampuan orang tuanya. Lantas apakah benar ketidak mampuan dan kemiskinan seseorang menjadi alasan untuk tidak belajar ataukah hal itu cuman menjadi kendala dan rintangan yang bisa dilewati dengan keberanian, upaya dan usaha yang tinggi? Marilah kita simak dan temukan jawabannya pada kisah nyata dibawah ini yang dengan sengaja penulis suguhkan sebagai inspirasi dan motivasi bagi kita semua.
Berawal dari perenuangan dan kesadaran terhadap dirinya yang buta huruf, tidak bisa baca dan nol pengetahuan seorang sosok tangguh, pemberani, penyabar dan suka kerja keras mempunyai tekad yang sangat luar biasa untuk menjadikan anak-anaknya manusia yang pinter, berilmu, berpengetahuan tinggi, cerdas, berakhlaq mulia dan berguna bagi islam dan masyarakat dengan tujuan agar sejarah hidupnya tidak terulang pada anak-anaknya. Keberanin dan kesabarannya telah menjadi modal yang sangat besar untuk tidak takut menyekolahkan dan melanjutkan sekolah anak-anaknya sekalipun serba kekurangan dan kemiskinan menjadi hantu yang sangat menakutkan dan mengerikan dalam proses perjalanan hidupnya.
Seorang sosok ayah yang sangat luar biasa ini hidup disalah satu desa terpencil, pegunungan dan jauh dari keramain. Beliau menikah dengan sosok wanita yang juga sangat luar biasa, memiliki kepribadian yang jarang dimiliki oleh orang lain, menjadi penyejuk dan penyemangat suami tercintanya, dan tidak pernah mengeluh apalagi  menuntut terhadap kekurangan dan kemiskinan suami tercintanya sehingga sangatlah logis jika suaminya menjadi sosok pribadi yang tangguh dan pantang menyerah, karena dibalik itu ada sosok wanita yang juga sangat luar bisa.
Dari hasil pernikahannya dengan sosok wanita luar bisa itu beliau dikarunia dan dititipi empat anak yang kesemuanya adalah laki-laki. Beliau dengan dukungan maut istrinya berjuang melawan kekurangan dan kemiskinanya mendidik dan menyekolahkan anak pertama dan keduanya hingga mereka berdua masuk pondok pesantren. sementara pada saat itu anak ketiganya masih duduk di taman kanak-kanak dan anak keempatnya belum lahir. Namun nasib malang dan kekecewaan menimpa beliau setelah kedua anaknya yang diharapkan menuntaskan pendidikan dipondoknya ternyata pulang dengan alasan tidak kerasan dan tidak mau kembali lagi kepondoknya, sehingga pendidikan mereka berdua putus ditengah jalan. Kekecewaan beliau terhadap anak pertama dan keduanya tidak dijadikan alasan untuk berhenti berharap, berhenti bersabar dan berhenti berjuang membiayai dan menyekolahkan anak ketiga dan keepatnya. Justru harapan dan perjuangan beliau semakin ditingkatkan jauh dari sebelumnya. Disinilah nasib baik menghantui beliau. Karena dalam diri anak ketiga dan keempatnya tersimpan semangat belajar yang sangat tinggi. Berbeda dengan anak pertama dan keduanya yang kurang memiliki bahkan nyaris tidak memiliki semangat belajar.
Keperibadian sisa kedua anaknya khususnya anak ketiganya semakin meluaskan ruang harapan dan perjuangan beliau. Sehingga beliau mempunyai tekad kembali untuk menyekolahkan anak ketiganya disalah satu pondok besar dimadura dengan bermodalkan keberanian. Dari sinilah kesulitan hidup beliau yang penuh dengan kemiskinan semakin menggigit dan mengisap darah beliau. Beliau berjuang mati-matian ( sang tasangsang: bahasa madura) melakukan apapun yang penting masih dalam garis ajaran agama, mulai dari bertani, merawat sapi orang, menggali sumur dan mencangkul dengan upah yang tidak sebanding dengan tenaga yang dihabiskan. Dan begitulah seterusnya sampai pada akhirnya anak ketiganya itu tuntas menyelesaikan pendidikannya dipondok tercintanya.Sementara anak keempatnya memutuskan untuk tetap sekolah tanpa harus masuk pondok karena melihat fakta dan kenyaataan pahit yang dialami oleh orang tuanya yang pada akhirnya niat baik anak keempatnya itu diamini oleh beliau.
Sepulangnya dari pondok, anak ketiganya terus merenung mencari cara bagaimana mewujudkan mimpinya yang ia impikan semenjak berada dipondoknya yaitu melanjutkan kuliah ditimur tengah. Dan setelah kurang lebih dua tahun, ia mendapat tawaran ikut tes besiswa ke universitas al-ahagaff yaman dengan membayar uang sebanyak lima belas juta rupiah untuk tiket berangkat-pulang dan administrasi lainya. Uang bayaran sebanyak itulah yang membuat dia berfikir seribu kali untuk mengikuti tes beasiswa dimaksud karena ia berfikir sangatlah mustail orang tuanya memiliki uang sebanyak itu. Namun dengan keberanian dan kesemangatan sianak itu, ia mengikuti tes tanpa sepengetahuan orang tuanya dan pada akhirnya ia dinyatakan lulus.
Kabar kelulusan anak ketiganya dan kabar jumlah uang yang harus dibayar , membuat sang ayah tertegun dan seakan-akan kehabisan darah sambil bertanya-tanya "dari manakah dapat uang sebanyak itu"?. Namun setelah menimbang dan berfikir tentang ketinggian semangat belajar yang ada dalam diri anak ketiganya itu ternyata beliau memutuskan untuk menggadaikan tanah satu-satunya sebesar jumlah uang yang diminta sebagai persyaratan berangkat. Kemudian setelah melakukan pembayaran dan berbagai persyaratan lainnya berangkatlah sianak dengan meninggalkan ayah, ibu dan adik yang masih duduk dibangku tsanawiyah dalam keadaan kemiskinan yang jauh lebih parah dari sebelumnya. Sehingga sang ayah memutuskan utuk merantau kenegri jiran Malaysia mencari biaya hidup kedua anak dan istri tercintanya yang sampai saat ini beliau masih tetap tekun bekerja disana. Dan dengan perjuangan mautnya dinegri jiran ternyata saat ini anak ketiganya hampir menyelesaikan kuliah S1nya di universitas al-ahgaff yaman dan anak keempatnya hampir menyelesaikan SMAnya disalah satu lembaga yang berada dimadura. Begitulah kemiskinan mengajarkan dan perlu digaris bawahi bahwa ia bukanlah alasan untuk tidak belajar. Wallahu a'lam bisshowab

BIODATA SINGKAT PENULIS

Mohammad Hafidz Anshory
Mahasiswa semester 8 mustawa empat  spesifikasi syareah di Fakultas Syareah wal Qonun Universitas al-Ahgaff Yaman
Berasal dari pulau garam Madura Jawa Timur Indonesia. Tepatnya di desa Bujur Timur, kecamatan Batu Marmar kabupaten Pamekasan
Alumni Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan Madura
Kordinator Pengembangan Bahasa di FOSMAYA
Nomor hand phone : 967733128212
Email : el_faqier87@yahoo.co.id
     

Kamis, 12 April 2012

Perempuan Dalam Bahaya; Surat Untuk DPR


Oleh: mohammad hafidz anshory*
Sudah beberapa abad lamanya ajaran islam dirasakan dan dinikmati sangat melindungi kaum perempuan  dan sama sekali tidak pernah menyuguhkan nilai-nilai ketidak adialan dan diskriminasi terhadap mereka. Hal itu terbukti semenjak awal islam diturunkan dan sampai sekarang ajaran-ajarannya masih saja kita yakini dan rasakan sangat melindungi dan mengangkat mereka dari ketertindasan, pengucilan, diskriminasi dan segala bentuk kebebasan yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesesatan.
Namun semenjak beberapa tahun terakhir, muncullah kelompok kecil yang mengatas namakan dirinya sebagai pejuang kaum perempuan (baca: feminism) telah menyuguhkan tafsir yang berbeda dari apa yang kita yakini selama ini. Kelompok ini memandang bahwa ajaran agama islam dan bahkan agama-agama lainnya sarat dengan nilai-nilai diskriminasi dan ketidak adilan terhadap kaum perempuan. Ajaran islam menurut tafsir kelompok ini melebihkan dan meng-anak emaskan kaum laki-laki dalam segala lini kehidupan sedangkan kaum perempuan dikucilkan dan dianak tirikan.
Tafsir kelompok ini yang didasarkan pada bahwa konsep keadialan adalah harus menyamakan laki-laki dan perempuan dalam segala lini kehidupan yang tentunya sangat berbeda dan bertolak belakang dengan dengan tafsir konsep keadialan versi agama islam ( yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan tidak harus sama) telah menjadi mesin penggerak kelompok ini untuk berjuang menyelamatkan kaum perempuan dari ketertindasan ketidak adilan dan diskriminasi yang kerap kali disuguhkan oleh jaran-ajaran islam.Sehingga kelompok ini memberanikan diri menuntut pemerintah dan penguasa untuk turut andil menyematkan kaum perempuan dengan merancang dan kemudian mengesahkan undang-undang kesetaraan gender ( RUU KKG ) agar pemerintah tidak terkesan membiarkan kaum perempuan dalam ketertindasan dan pengucilan yang selama ini dirasakan berdasarkan tarsir mereka. Karena pemerintah dan penguasa juga mempunyai tanggung jawab melindungi kaum permpuan.
Hasil dari buah perjuangan kelompok ini telah menarik perhatian pemerintah negeri kita Indonesia tercinta dengan membentuk tim penyusun rancangan undang-undang kesetaraan dan keadilan gender (RUU KKG) semenjak 24 Agustus 2011 lalu. Dan kemudian sekitar kurang lebih tiga minggu yang lalu mereka para tim telah menyelesaikan beberapa draf-draf RUU KKG yang hasilnya sungguh sangat jauh panggang dari api. Dan ironisnya draf-draf RUU KKG yang telah disusun oleh mereka sungguh sangat bertolak belakang dan mencedrai ajaran-ajaran islam dan beberapa ajaran agama lainnya.
Sehingga tidak salah dan bahkan wajib jika para pemuka agama dan para cendikian muslim sejati lainnya seperti Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, Dr. Adian Husaini, dan bapak Henri shalahuddin menyangsikan isi dari draf-draf RUU KKG yang dinilai sangat seksis dan dapat mengubah kodrat dan martabat kaum perempuan. Lebih tegas mereka menyatakan bahwa RUU KKG jika disahkan dapat memasung kaum perempuan dan membiarkan mereka berada dalam kebebasan tanpa batas yang dapat menjerumuskan mereka.
Lebih lanjut mereka para cendikian muslim mengajak ummat islam dan para DPR untuk menolak disahkannya rancangan undang-undang kesetaraan dan keadilan gender yang telah disusun oleh tim penyusun, dan jika dipandang perlu mengesahkan RUU KKG maka harus merombak dan merubah draf-draf dimaksud agar tidak menyakiti kaum muslimin dan berapa penganut agama lainnya. Karena agama islam menurut mereka telah meletakkan kaum perempuan pada tempatnya seseuai dengan factor biologis yang dimilikinya dan sama sekali tidak mengandung nilai-nilai ketidak adilan.
Alhasil, menurut pengamatan penulis terhadap isi rangcangan undang-undang kesetaraan dan keadilan gender dimaksud,  jika para DPR menyetujui dan kemudian mengesahkan RUU KKG tersebut maka sungguh kaum perempuan dalam bahaya besar dan akan mengakibatkan kehancuran negeri kita Indonesia tercinta. Karena dengan demikian berarti kaum perempuan dibebaskan dan dilepaskan dari nilai-nilai yang dapat meninggikan dan menjungjung tinggi eksistensi dan martabat mereka yang sudah tersurat dan tersirat dalam ajaran-ajaran agama islam semenjak awal mula islam diturunkan. Dan lebih eronisya mereka para DPR dan pemerintah membiarkan kaum perempuan menjadi iblis yang tidak mau dan menetang keras ajaran-ajaran Allah azza wa jalla yang tertuang dalam agama islam. Kemudian jika hal ini terjadi maka tunggulah kehancuran akan mewarnai negeri kita tercinta Indonesia.
Akhir kata, wahai para dewan wakil rakyat! selamatkanlah kaum perempuan, selamatkan agama islam dan beberapa agama lainnya dan selamatkanlah negeri kita Indonesia tercinta dengan menolak keras untuk tidak mengesahkan dan merombak total drar-draf RUU KKG tersebut. Karena kalian semua adalah pejuang rakyat yang telah dipilih untuk menjadi wakil bukan dilotre. Wallahu a'lam bisshowab
Suara mahasiswa Indonesia dari Yaman
Semoga dapat didengar dan bermanfaat! Aamiin ya Robb
*Penulis adalah mahasiswa semester 8 jurusan syareah Fakultas Syareah Universitas al-Ahgaff Hadromaut Yaman

Jumat, 16 Maret 2012

Menyibak Tabir Kontroversi antara Pengusung dan Penolak Istihsan (Telaah-Analisis Konsep Istihsan sebagai Dalil Syariat)

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; Antara Cita dan Fakta



Oleh: Mohammad Hafidz Anshory
"Harga diri manusia terletak pada adab dan prilakunya. Bukan pada ketampanan, hiasan dan bajunya" ( sastrawan arab )
Butir kedua pancasila diatas sengaja saya jadikan judul dalam artikel ini setelah saya melakukan pemantauan dan pembacaan terhadap  ribuan-ribuan kejadian yang sama sekali tidak mencerminkan tindakan-tindakan yang bermoral, adil dan beradab dalam berbangsa dan bernegara. Kejadian-kejadian dimaksud  tampil jelas dinegeri kita Indonesia mulai semenjak saya masih di Sekolah Dasar sampai sekarang. Terbukti, berapa banyak pelecehan seksual, berapa banyak pertengkaran, berapa banyak korupsi, berapa banyak narkotika dan minuman keras yang disalah gunakan, berapa banyak pembunuhan dan ribuan tindakan-tindakan amoral lainnya yang dalam setiap harinya kita lihat dan kita temukan. Pelaku dari semua hal itu adalah anak-anak bangsa kita, baik pelajar, siswa, mahasiswa, guru, petani, pedagang, pengangguran dan pejabat Negara sekalipun.
Kemudian setelah saya merenungi kondisi yang sangat memperihatinkan seperti diatas, saya selalu bertanya-tanya dalam benak saya, dimanakah wujud dan praktek nyata dari butir kedua pancasila yang merupakan dasar dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara di negeri kita tercinta indonesia? Apakah butir kedua itu sudah tidak layak dijadikan pandangan hidup berbangsa dan bernegara, atau apakah anak-anak bangsanya yang sudah terpengaruh dengan dunia barat yang selalu mengagungkan kebebasan tiada batas sehingga tidak ada lagi moral dan adab yang harus mengikat hidup mereka? Dimanakah bentuk keperihatinan dan langkah-langkah kongkrit pemerintah dan para pejuang lainnya untuk meminimalisir tindakan-tindakan amoral tersebut? Dan dimanakah tanggung jawab mereka sebagai pihak yang berkuasa memegang kendali atas perjalanan nergeri ini untuk menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang harmonis, tentram dan penuh kedamaian?
Kemanusiaan yang adil dan beradab dijadikan sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang kemudian disetujui untuk menempati urutan kedua dari dasar Negara yang tertuang dalam Pancasila tentunya memiliki tujuan baik dan keinginan yang sangat kuat untuk menciptakan kedamain, menebarkan keharmonisan, menampilkan ketentraman dan menjadikan manusia yang bermartabat dalam berbangsa dan bernegara.
Tujuan dan keinginan dimaksud dapat kita temukan dan dapatkan dalam pendahuluan Buku Pancasila yang disusun oleh LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN BERNEGARA (LPPKB), yang mana buku itu menyebutkan tentang semangat para founding fathers untuk menghendaki Pancasila sebagai dasar pengelolaan kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan bernegara guna mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. (Buku Pancasila oleh LPPKB)
 Hal itu juga senada dengan pernyatan Mr. Moh. Yamin tentang pancasila yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 yang mana pancasila menurut beliau  adalah prikebangsaan, prikemanusiaan priketuhanan, prikerakyatan dan   kesejahteraan rakyat.(www.wordpress.com)
Jika kita meneliti dengan seksama maksud dan tujuan para founding fathers dan  kelima poin pernyataan Mr. Moh. Yamin diatas maka, kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa semua itu adalah buah dan tujuan dari kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena sesungguhnya manusia jika sudah beradab maka ia akan tahu dirinya, tahu Tuhannya, tahu menempatkan sesuatu pada tempatnya, berlaku adil, selalu menampilkan tindakan-tindakan yang bermoral, tidak akan pernah mengganggu sesasamanya dan tidak akan melakukan kerusakan dimuka bumi.
Namun dari berbagai tragedi amoral yang terjadi dalam ke setiap harinya ternyata negeri kita tercinta Indonesia masih belum dikatakan sebagai Negara yang anak bangsanya telah berkemanusiaan yang adil dan beradab. Mereka masih jauh dari nilai-nilai luhur pancasila sebagai dasar dan ideologi berbangsa dan bernegara, sehingga keharmonisan, ketentraman, dan kedamaian masih saja enggan tampil menghiasi wajah tanah air kita.
Kesimpulan saya didukung dan dikuatkan oleh pernyataan aktivis INSIST saudari mbak Anita Syaharudin dalam artikelnya yang berjudul: Pendidikan Karakter: Apa Lagi? Beliau menuturkan bahwa negeri kita indonesia dengan banyaknya berbagai macam peristiwa yang mempertanyakan moral atau karakter bangsa Indonesia, seperti Media TV nyaris tiap hari diserbu tayangan-tayangan kekerasan, terbongkarnya manipulasi pajak  seorang pegawai golongan rendah bernilai puluhan milyar rupiah yang membelalakkan mata banyak orang, berita pelesiran sejumlah wakil rakyat “yang terhormat” dengan menghambur-hamburkan uang rakyat, kasus video porno tiga orang artis  terkenal dan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja, penyalahgunaan narkotika dan data tentang korupsi pejabat misalnya, dari hasil riset yang dilakukan dalam Transparency International Corruption Perceptions Index 2009, masih menempatkan Indonesia pada peringkat yang sangat memperihatinkan dan masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang adil, beradab dan bermoral. (www.insistnet.com)
******************
Pentingya kemanusiaan yang adil dan beradab dalam berbangsa dan bernegara
Diutusnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam adalah bukti yang sangat kuat pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Beliau datang dengan sejumlah ajarannya ditengah-tengah kondisi penguasa dan bangsa yang penuh dengan kegelapan dan kejahiliyahan untuk membentuk manusia yang beradab, tahu menempatkan sesuatu pada tempatnya, tahu dirinya, tahu Tuhannya, tahu mana yang haq dan mana yang batil. Karena dengan menjadikan mereka manusia yang beradab maka tentunya kerusakan, perkelahian, kegelapan dan berbagai macam tindakan yang tidak bermoral lainnya akan musnah dan tenggelam tergantikan dengan ketentraman, keharmonisan, keadilan dan kedamain.
Abul Hasan al-Nadawy menuturkan dalam magnum opusnya al-Sirah al-Nabawiyah tentang kondisi penguasa dan masyarakat makkah pada abad ke enam masehi pada saat Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam diutus. Beliau menegaskan kondisi makkah pada saat itu sangat memprihatinkan disebabkan moral penguasa dan masyarakat sudah tak mencerminkan sebagai manusia yang beradab dan bermartabat. Perjudian, minuman keras, pelecahan seksual, perzinahan, kedengkian, kedzoliman, kekerasan, pencurian, perampokan dan berbagai tindakan amoral lainnya menjadi kebanggaan mereka.
Beliau menguatkan pendapatnya dengan penyataan putra makkah Jakfar bin Abi Thalib didepan raja Najasyi tentang bejatnya moral dan kehidupan masyarakat jazirah arabiyah secara umum dan masyarakat makkah secara khusus, yang isinya adalah sebagai berikut: "wahai raja! Kami kaum jahiliyah; menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pelecehan seksual, memutuskan silaturrahim, selalu menteror tetangga, melakukan kekerasan terhadap kaum lemah dan menjadikan kaum lemah sebagai budak yang tidak berprikemanusiaan".
Begitulah gambaran kondisi moral bangsa dan negara makkah pada pada abad ke enam masehi yang sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga diutuslah Nabi Muhammad bin abdillah shollallahu alaihi wa sallam dengan membawa risalah kenabian untuk menjadikan mereka manusia yang adil dan beradab.
Dari sana kita dapat memetik hal penting yaitu bahwa inti dari risalah kenabian Nabi Muhammad bin abdillah shollallahu alaihi wa sallam adalah menjadikan manusia yang adil dan beradab  yang tahu meletakkan sesuatu pada tempatnya, yang tahu dirinya dan tahu Tuhannya. Dan dari sana juga kita dapat mengetahui dan menjangkau betapa sangat pentingnya nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam berbangsa dan bernegara hingga menjadi jalan awal yang tidak boleh tidak harus dilalui untuk menuju kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian suatu bangsa dan negara.
Nah, berangkat dari keterpurukan moral anak bangsa dan Negara kita saat ini dan juga berdasarkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan jalan utama menuju kemakmuran, keharmonisan, kesejahteraan dan kedamaian maka saatnya kita semua khususnya pemerintah, para pejuang pendidikan, para pemuka agama dan orang tua untuk berjuang membebaskan anak bangsa kita dari karakter-karakter yang tidak bermoral dan tidak berprikemanusiaan dan menggantikan dengan karakter-krakter yang berprikemanusiaan yang adil dan beradab, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan misi utama diutusnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yaitu menjadikan manusia yang adil beradab di negeri kita tercinta ini dan jangan cuma korupsi saja yang diberantas tapi nilai-nilai yang tidak bermoral yang sedang meliputi anak bangsa kita juga harus diberantas tuntas ke akar akarnya, agar negeri kita menjadi negeri yang sakinah, mawaddah, rohmah, thoyyibah wa Robbun ghafuur. Wallahu a'lam    

Kamis, 15 September 2011

Facebook; Sarana Melatih Kecerdasan dan Kejujuran


"Facebook membantu anda terhubung dan berbagi dengan orang-orang dalam kehidupan anda. Facebook helps you connect and share with the people in your life. يساعدك فيس بوك على التواصل والتشارك مع كل الأشخاص في حياتك". Kata-kata itulah yang akan kita temui pada saat awal kita masuk facebook dan pada saat kita masuk pada vitur bantuan yang disediakan facebook.
Dari sana kita dapat menarik garis besar bahwa fungsi utama facebook adalah sebagai penghubung, penyambung, dan perekat hubungan kita sebagai manusia. Menghubungkan kita pada orang-orang yang sudah kita kenal, menyambungkan kita pada orang-orang yang sudah putus hubungan dengan kita atau bahkan pada orang-orang yang belum kita kenal dan juga merekatkan hubungan kita yang sudah terjalin.
Hal ikhwal seperti itu sudah menjadi rahasia umum dan sudah terbiasa dinikmati dan disantap oleh seluruh pengguna facebook (baca: facebooker) sedunia. Sehingga secara sepintas, mereka langsung  memberi penilaian bahwa facebook adalah media jejaring sosial yang sangat praktis, ekonomis, romantis, menyenangkan dan selalu menyuguhkan nilai-nilai positif dalam kehidupan mereka yang kadang membuat mereka lupa dan lalai bahwa facebook juga mempersembahkan nilai-nilai negatif.
Namun disamping penilaian mereka kita juga menemukan penilaian sensitif eksklusif (baca: memandang sebelah mata) sebagian kecil masyarakat akademis fundamentalis . Mereka mengatakan bahwa menggunakan facebook adalah haram dan sangat tidak dibenarkan dalam ajaran islam. Karena facebook dapat menjadi jalan untuk terbukanya ruang kemaksiatan.
Lebih bijaknya menurut hemat penulis adalah penilaian Dr. Said Aqil Siroj. Dengan bijaknya beliau menyatakan bahwa "facebook itu seperti pisau dapur". Dalam artian facebook tidak hanya menyimpan nilai-nilai negative yang dapat mejadi jalan untuk kemaksiatan, tapi facebook juga sangat banyak menyimpan nilai-nilai positif dalam kehidupan kita. Semuanya dikembalikan pada pengguna dan penikmatnya. Seberapa besar ia menguasai facebook dan seberapa kecil ia dikuasai facebook atau malah sebaliknya?
Maka dari itu, sebagai bentuk kecintaan dan penguasaan penulis terhadap facebook yang sudah lama penulis geluti dan cicipi, penulis ingin menyingkap dan membuka dua hal positif yang tersembunyi dalam rahim facebook,(ia walaupun kedua hal itu sejatinya sudah tersingkap dan terbuka tapi belum tersadari) yaitu dengan facebook kita dapat melatih kecerdasan berfikir, kecerdasan bertindak dan kecerdasan social. Dan yang kedua dengan facebook kita juga melatih kejujuran pada diri sendiri dan orang lain.
Berdiskusi tukar pikiran dan sharing adalah bagian dari cara untuk mengasah dan mencerdasankan fikiran. Status yang kita tulis sejatinya adalah sebagai bentuk dari presentasi ide yang sedang kita pikirkan. Kemudian komentar,pertanyaan dan tanggapan adalah sebagai bentuk diskusi dan tukar pikiran tentang tema status. Pada saat menanggapi komentar dan pertanyaan kita dituntut untuk berfikir  jernih dan merenung untuk memberikan tanggapan dan jawaban yang ilmiah, logis, argumentatif dan mengedepankan kebenaran.
Nah, disinilah kita akan mengasah kecerdasan berfikir. Disamping itu  kita juga melatih kecerdasan bertindak dan bersosial. Yaitu ketika kita mendapati komentar dan pertanyaan kita tidak serta merta untuk langsung menanggapinya, kita butuh berfikir dan merenung lagi untuk memberikan tindakan yang baik dan tidak menyinggung dan menyakiti. Karena hal demikian merupakan bentuk dari diskusi sebagai mana disebutkan diatas maka dituntuk untuk mengedepankan tatara dan nilai-nilai dalam berdiskusi. Agar diskusi betul-betul ilmiah dan beradab.
Jujur adalah mengatakan dan menyampaikan apa adanya sesuai dengan alam nyata. Boleh dikata jujur juga meletakkan sesuatu pada tempatnya. Semua orang dituntut untuk selalu jujur dalam kehidupan sehari-seharinya baik pada dirinya sendiri ataupun pada orang lain siapapun orangnya dimanapun mereka berada, didepan lawan bicara ataupun berada jauh darinya, dan dengan cara apapun baik secara lisan ataupun tulisan.
Mungkin banyak diantara kita yang memiliki pemikiran negative  dan bahkan memperaktekkan ketidak jujuran dalam bentuk tulisan. Pasalnya, menyampaikan sesuatu pada orang lain lewat tulisan dengan ketidak jujuran tidak terlalu beresiko dan ketimbang mengatakannya secara langsung didepan matanya. Padahal, kalau boleh kita menyelam lebih dalam untuk berfikir secara jernih kita akan menemukan kesimpulan bahwa ketidak jujuran yang disampaikan secara tulisan lebih banyak mengandung mafsadah daripada menyampaikannya secara langsung dihadapannya. Lawan bicaranya yang dajikan koraban kebiasan ketidak jujurannya akan lebih merasa dipermainkan, disakiti dan dikecewakan.
Facebook sebagai media tulis untuk menyampaikan sesuatu yang ingin disampaikan seharusnya kita jadikan sebagai sarana untuk melatih kejujuran, dengan menulis status yang sesuai dengan kenyataan, menanggapi komentar dengan baik dan benar dan menjawab pertanyaan apa adanya tanpa dimodifikasi dengan kebohongan. Karena bagaimana pun kejujuran tetap harus menjadi tuntutan tanpa terkontamenasi oleh ruang, waktu dan objek. Dengan begitu berarti kita selamat dari kebohongan yang lebih kejam daripada kebohongan yang disampaikan secara langsung, dan juga kita selamat dari  vonisan sebagai orang yang munafik kelas berat. Karena orang yang jujur disaat berhadapan dengan lawan bicaranya kemudian berhohong dibelakangnya sangat lebih munafik dan jahat.
Marilah kita memulai untuk selalu berkata dengan jujur walaupun itu pahit, dimanapun, pada siapapun dan dengan dimensi apaun. Karena konsekwensi dari ketidak jujuran adalah sangat buas dan sadis yang akan memangsa hidup kita dan hidup orang yang dijadikan korban ketidak jujuran kita. Wallahu a'lam
Selamat mencoba……!                                 


Mohammad Hafidz Anshory  

Rabu, 14 September 2011

Kebersamaan Jalan Ideal Menuju Keberhasilan


"Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh" demikianlah pepatah mengatakan. Pepatah ini mengajarkan bahwa percerain (ketidakbersamaan) dalam sebuah tatanan hidup sosial dapat menjadi penghalang besar untuk terwujudnya sebuah tujuan.
Betapa tidak, karena hidup individual maupun sosial diibaratkan sebuah kapal laut  yang dipenuhi dengan penumpang. Kapal akan tenggelam dan semuanya akan mati jika salah satu diantara penumpang berkhianat membocori kapal.
Nah, dari sanalah kita juga belajar bahwa kebersamaan  adalah langkah awal untuk menuju keberhasilan dalam sebuah tujuan. Tidak adanya pengkhianatan dan tidak ditemukannya perceraian dalam proses menempuh suatu tujuan merupakan bagian dari keberhasilan.
coba kita kilas balik pada peristiwa yang telah menimpa pada Nabi Muhammad -sallallah alaih wasallam- dan sahabat-sahabatnya -radiyallahu anhum- pada saat perang uhud. Betapa besarnya konsekwensi dari tindakan beberapa laskar perang dari kaum muslimin yang tengah tergoda dan terbuai oleh harta dan beberapa alat perang lainnya yang ditinggal orang-orang kafir dimedan perang.
Seharusnya, kemenagan yang diraih oleh Nabi Muhammad -sallallah alaih wasallam- dan sahabat-sahabatnya -radiyallahu anhum- dengang taktik jitunya pada saat itu, akan tetapi malah aliran darah dan kekalahan yang ditelan oleh mereka akibat dari kecerobohan dan pengkhiatan sebagian laskar perang mereka.  
Itulah betapa besar konsekwensi dari ketidakbersamaan sehinagga keberhasilan enggan dan tidak mau untuk muncul kepermukaan. Lihatlah dalam keseharian kita, betapa banyak kejadian-kejadian yang didalamnya penuh dengan kegagalan bahkan berakhir dengan pertikaian dan aliran darah sebagai konsekwensi dari pengkhianatan dan ketidakbersamaan.
Kita ambil contoh Negara kita Indonesia raya, betapa banyak vonisan negative yang diserukan dan dimunculkan dimana-dimana baik secara nasional maupun internasional. Negara kita divonis sebagai Negara koruptor, Negara markus, Negara miskin, Negara tidak aman, Negara yang selalu dipenuhi dengan konflik dan pertikaian antara sesamanya dan julukan-julukan lainnya. Hal itu menurut hemat penulis memang betul-betul menyata bukan cuma berupa julukan dan vonisn belaka, mengingat didalamnya masih jauh dari nilai-nilai kebersamaan dan kesatuan, masih saja selalu mengedepankan kepentingan kelompok daripada kepentingan umum, masih saja selalu ada pengkhianatan dan kedengkian.
Maaf, bukannya penulis tidak cinta Indonesia dan bukan pula sebagai pengkhianat mengatakan dan mencontohkan sebagai Negara yang gagal mewujudkan nilai-nilai kebersamaan. Dan juga penulis tidak mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang multi krisis dan jauh dari nilai-nilai positif lainnya. Akan tetapi itulah hasil bacaan penulis selama ini dengan tujuan meyuguhkan kritik yang bersifat membangun dimasa depan.    
Betapa pentingya dan dibutuhkannya kebersamaan dalam hidup  sampai Raulullah -sallallah alaih wasallam- mendiskripsikan bahwa hidup antara satu diantara kita dengan yang lain bagaikan satu bangunan tubuh yang saling menguatkan. Ketika salah-satu anggota bangunan tubuh itu merasa sakit maka yang lainnya juga ikut merasakannya. Itulah arti dan definisi kebersamaan dalam versi rasulullah -sallallah alaih wasallam- dan agama kita.
Makna pentingnya kebersamaan untuk menuju sebuah keberhasilan juga kita  intai dan temuai dalam firman allah yang menyerukan agar kita selalu bersatu padu berpegang teguh pada tali Allah dan dilarang keras untuk bercerai-berai dalam sebuah tujuan.
Dan ketika kita lebih jauh merenung tentang arti kebersamaan, maka kita akan banyak menemukan dan bahkan hampir seluruh ritus-ritus ritual keagamaan kita dipenuhi dengan jiwa kebersamaan dan kesatuan.
Alhasil, Hal itu semua mengajarkan dan meberi pencerahan pada kita bahwa jika kita ingin menuju puncak keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup individual, sosial, berkelompok dan berorganisasi maka wujudkanlah dan hidupkanlah nilai-nilai kebersamaan dan kesatuan. Wallahu a'lam.


Mohammad Hafidz Anshory