Jumat, 13 April 2012

Kemiskinan Bukanlah Alasan Untuk Tidak Belajar ( Kisah Nyata dari Desa )


Oleh: Mohammad Hafidz Anshory
Hidup yang serba kekurangan ( baca miskin) seringkali menjadi penyebab yang dapat mematahkan bahkan membunuh keinginan orang tua untuk menyekolahkan dan melanjutkan pendidikan anaknya-anaknya. Faktanya, ribuan bahkan jutaan anak yang tidak bersekolah dan tidak melanjutkan pendidikannya di negeri kita Indonesia adalah karena factor kemiskinan dan ketidak mampuan orang tuanya. Lantas apakah benar ketidak mampuan dan kemiskinan seseorang menjadi alasan untuk tidak belajar ataukah hal itu cuman menjadi kendala dan rintangan yang bisa dilewati dengan keberanian, upaya dan usaha yang tinggi? Marilah kita simak dan temukan jawabannya pada kisah nyata dibawah ini yang dengan sengaja penulis suguhkan sebagai inspirasi dan motivasi bagi kita semua.
Berawal dari perenuangan dan kesadaran terhadap dirinya yang buta huruf, tidak bisa baca dan nol pengetahuan seorang sosok tangguh, pemberani, penyabar dan suka kerja keras mempunyai tekad yang sangat luar biasa untuk menjadikan anak-anaknya manusia yang pinter, berilmu, berpengetahuan tinggi, cerdas, berakhlaq mulia dan berguna bagi islam dan masyarakat dengan tujuan agar sejarah hidupnya tidak terulang pada anak-anaknya. Keberanin dan kesabarannya telah menjadi modal yang sangat besar untuk tidak takut menyekolahkan dan melanjutkan sekolah anak-anaknya sekalipun serba kekurangan dan kemiskinan menjadi hantu yang sangat menakutkan dan mengerikan dalam proses perjalanan hidupnya.
Seorang sosok ayah yang sangat luar biasa ini hidup disalah satu desa terpencil, pegunungan dan jauh dari keramain. Beliau menikah dengan sosok wanita yang juga sangat luar biasa, memiliki kepribadian yang jarang dimiliki oleh orang lain, menjadi penyejuk dan penyemangat suami tercintanya, dan tidak pernah mengeluh apalagi  menuntut terhadap kekurangan dan kemiskinan suami tercintanya sehingga sangatlah logis jika suaminya menjadi sosok pribadi yang tangguh dan pantang menyerah, karena dibalik itu ada sosok wanita yang juga sangat luar bisa.
Dari hasil pernikahannya dengan sosok wanita luar bisa itu beliau dikarunia dan dititipi empat anak yang kesemuanya adalah laki-laki. Beliau dengan dukungan maut istrinya berjuang melawan kekurangan dan kemiskinanya mendidik dan menyekolahkan anak pertama dan keduanya hingga mereka berdua masuk pondok pesantren. sementara pada saat itu anak ketiganya masih duduk di taman kanak-kanak dan anak keempatnya belum lahir. Namun nasib malang dan kekecewaan menimpa beliau setelah kedua anaknya yang diharapkan menuntaskan pendidikan dipondoknya ternyata pulang dengan alasan tidak kerasan dan tidak mau kembali lagi kepondoknya, sehingga pendidikan mereka berdua putus ditengah jalan. Kekecewaan beliau terhadap anak pertama dan keduanya tidak dijadikan alasan untuk berhenti berharap, berhenti bersabar dan berhenti berjuang membiayai dan menyekolahkan anak ketiga dan keepatnya. Justru harapan dan perjuangan beliau semakin ditingkatkan jauh dari sebelumnya. Disinilah nasib baik menghantui beliau. Karena dalam diri anak ketiga dan keempatnya tersimpan semangat belajar yang sangat tinggi. Berbeda dengan anak pertama dan keduanya yang kurang memiliki bahkan nyaris tidak memiliki semangat belajar.
Keperibadian sisa kedua anaknya khususnya anak ketiganya semakin meluaskan ruang harapan dan perjuangan beliau. Sehingga beliau mempunyai tekad kembali untuk menyekolahkan anak ketiganya disalah satu pondok besar dimadura dengan bermodalkan keberanian. Dari sinilah kesulitan hidup beliau yang penuh dengan kemiskinan semakin menggigit dan mengisap darah beliau. Beliau berjuang mati-matian ( sang tasangsang: bahasa madura) melakukan apapun yang penting masih dalam garis ajaran agama, mulai dari bertani, merawat sapi orang, menggali sumur dan mencangkul dengan upah yang tidak sebanding dengan tenaga yang dihabiskan. Dan begitulah seterusnya sampai pada akhirnya anak ketiganya itu tuntas menyelesaikan pendidikannya dipondok tercintanya.Sementara anak keempatnya memutuskan untuk tetap sekolah tanpa harus masuk pondok karena melihat fakta dan kenyaataan pahit yang dialami oleh orang tuanya yang pada akhirnya niat baik anak keempatnya itu diamini oleh beliau.
Sepulangnya dari pondok, anak ketiganya terus merenung mencari cara bagaimana mewujudkan mimpinya yang ia impikan semenjak berada dipondoknya yaitu melanjutkan kuliah ditimur tengah. Dan setelah kurang lebih dua tahun, ia mendapat tawaran ikut tes besiswa ke universitas al-ahagaff yaman dengan membayar uang sebanyak lima belas juta rupiah untuk tiket berangkat-pulang dan administrasi lainya. Uang bayaran sebanyak itulah yang membuat dia berfikir seribu kali untuk mengikuti tes beasiswa dimaksud karena ia berfikir sangatlah mustail orang tuanya memiliki uang sebanyak itu. Namun dengan keberanian dan kesemangatan sianak itu, ia mengikuti tes tanpa sepengetahuan orang tuanya dan pada akhirnya ia dinyatakan lulus.
Kabar kelulusan anak ketiganya dan kabar jumlah uang yang harus dibayar , membuat sang ayah tertegun dan seakan-akan kehabisan darah sambil bertanya-tanya "dari manakah dapat uang sebanyak itu"?. Namun setelah menimbang dan berfikir tentang ketinggian semangat belajar yang ada dalam diri anak ketiganya itu ternyata beliau memutuskan untuk menggadaikan tanah satu-satunya sebesar jumlah uang yang diminta sebagai persyaratan berangkat. Kemudian setelah melakukan pembayaran dan berbagai persyaratan lainnya berangkatlah sianak dengan meninggalkan ayah, ibu dan adik yang masih duduk dibangku tsanawiyah dalam keadaan kemiskinan yang jauh lebih parah dari sebelumnya. Sehingga sang ayah memutuskan utuk merantau kenegri jiran Malaysia mencari biaya hidup kedua anak dan istri tercintanya yang sampai saat ini beliau masih tetap tekun bekerja disana. Dan dengan perjuangan mautnya dinegri jiran ternyata saat ini anak ketiganya hampir menyelesaikan kuliah S1nya di universitas al-ahgaff yaman dan anak keempatnya hampir menyelesaikan SMAnya disalah satu lembaga yang berada dimadura. Begitulah kemiskinan mengajarkan dan perlu digaris bawahi bahwa ia bukanlah alasan untuk tidak belajar. Wallahu a'lam bisshowab

BIODATA SINGKAT PENULIS

Mohammad Hafidz Anshory
Mahasiswa semester 8 mustawa empat  spesifikasi syareah di Fakultas Syareah wal Qonun Universitas al-Ahgaff Yaman
Berasal dari pulau garam Madura Jawa Timur Indonesia. Tepatnya di desa Bujur Timur, kecamatan Batu Marmar kabupaten Pamekasan
Alumni Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan Madura
Kordinator Pengembangan Bahasa di FOSMAYA
Nomor hand phone : 967733128212
Email : el_faqier87@yahoo.co.id
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar