Senin, 12 September 2011

Pendidikan Agama; Problema Dan Sorotannya


Akhir-akhir ini penulis, dan mungkin kebanyakan orng lainnya dikagetkan oleh pandangan dan persepsi sebagian kelompok  yang menyatakan dirinya sebaagai kelompok islam militan, progresif, inklusif, dinamis,  toleransi, moderat dan pluralis yang memiliki misi rethingking islam, interpretasi ulang teks-teks keagamaan, menerjemahkan dan mengejawantahkan islam yang sebenarnya ( menurut mereka); adaptif, moderat dan plruris. Dengan usaha-usaha elegan dan mantereng menurut pandangan mereka. ya walaupun kenyataannya bersifat kontroversial menyesatkan.
Pandangan dan persepsi mereka yang sangat mengagetkan dalam dasawarsa ini adalah bersinggungan dengan pendidikan agama islam di nusantara pada khususnya dan di dunia pada umumnya. Menurut mereka muatan mata pelajaran agama di sekolah-sekolah di indonesia menggelisahkan banyak orang. Mereka beranggapan demikian  berdasarkan fakta yang ditemuinya diberbagai  sekolah yang mengajarkan teologi kebencian. Konsep kafir dan murtad dalam islam menurut mereka kerap dipakai untuk mendiskriminasi dan mengekskomonikasi orang lain. Begitu juga kata mereka Jihad fi sabilillah dipersempit maknanya hanya berupa peperangan fisik belaka. Hemat mereka, Melalui sejumlah organisasi intra-sekolah, para siswa dijejali tafsir keagamaan yang tak mendukung tegaknya harmoni sosial dan kerukunan ummat beragama.
Mengaca pada konteks keindonesiaan, mereka menyatakan, bahwa  otak mereka para siswa  dicuci bahwa negara indonesia adalah negara kafir; Pancasila dan UUD 45 harus ditolak,tak perlu ada penghormatan terhadap "bendera merah putih". Mereka berada dalam puncak kekawatiran tentang masa depan indonesia dengan mental para siswa sekolah yang demikian. Kengerian ini tak boleh terjadi lanjut mereka. Dengan kegelisahan dan kegundahan iitulah semangat mereka terpompa untuk mencarikan solusi menyusun langkah-langkah sistematis agar indonesia tak jatuh ketangan kelompok-kelompok yang membenarkan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan, dan tak tersandera ketangan segelintir orang yang hendak menghancurkan  eksistensi negara indonesia. Demikianlah persepsi dan kegundahan mereka tentang  eksistensi pendidikan keagamaan di negara kita tercinta pada khususnya.
Fakta secara formal pendidikan agama disekolah SD,SMP, MTS, dan SMA dalam kurikulum resmi permendiknas No.22 tahun 2006 tentang standar isi, hanya dijatah 2 jam pelajaran atau ekuivalen 70 menit perminggu. Bayangkan materi apa mengenai agama islam yang dapat diberikan dengan waktu seminim itu, kecuali materi pokok mengenai teologi dan ibadah. Pada dasarnya aspek agama yang ditekankan adalah aspek normatifnya saja dan aspek fiqihnya saja. Sehingga dengan waktu seminim itu, guru dan pendidik yang baik hanya akan memberikan pemahaman kepada peserta didik hal-hal pokok agama yang normatif saja. Tanpa harus menyentuh pada hal-hal yang didakwakan oleh mereka. Mereka para pendidik tak memiliki waktu untuk mejelaskan dan mengajarakan pada mereka peserta didik, teori-teori yang menyinggung tentang terorisme, takfirisasi kelompok yang tidak sefaham dengan mereka, konsep-konsep kenegaraan  yang dianggap paradoks dengan agama islam dan hal-hal lain yang mereka dakwakan. Jadi tuduhan-tuduhan dan sorotan mereka terhadap pendidikan keagamaan di Nusantara itu omong kosong dan tak mencerminkan nilai-nilai keilmiahan.
Hemat penulis tuduhan semacam itu tidaklah lain kecuali hanya untuk mengkampanyekan pemahan, pemikiran dan bacan ulang mereka yang dianggap elegan dan final tentang islam secara umum dan tentang  pendidikan keagamaan secara khusus. Pandangan mereka dilahirkan bukan dari fakta empiris pendidikan keagamaan di Indonesia, tapi hanya berdasarkan pada kecemasan, kegundahan dan ambisi mereka untuk menskulserkan dan memisahkan dunia pendidikan dari unsur keagamaan. Pasalnya, sebagaimana mereka fahami ruang gerak agama hanya berkutat pada dunia individu (mikro) tak boleh bergerak pada dunia luar (makro).
Hal itu adalah sesuatu bagi kita, yang harus mengisi dan mengambil ruang signifikan dalam pemikiran kita. Kita tidak boleh pongah dan egois menyikapi hal itu. Kita tidak boleh meremehkan dan menganggap kecil atas eksistensi pemahaman dan usaha mereka para pengagum rethingking islam untuk memjadikan pendidikan yang sekuler, untuk memisahkan islam dari dunia pendidikan. Karena bila upaya dan usaha mereka menjadi kenyataan, bagaimanakah nasib pendidikan keagagamaan di indonesia khususnya dan umumnya di dunia, bagaimanakah nasib generasi bangsa kita, bagaimanakah kondisi moral bangsa kita, bagaimanakah nasib islam di negara kita tercinta ini, dan beberapa bagaimana yang lain.
Sebagai konsekwensi ketidak egoisan kita terhadap problem diatas, kita dituntut untuk  berupaya mencarikan solusi dan menelorkan langkap-langkah sistematis preventif, guna menyeimbangi, menandingi dan mencegah menularnya pemahaman  dan upaya mereka. Karena dalam konteks bagaimanapun pendidikan dan islam tidak boleh dipisahkan, harus disatupadukan menjadi satu kesatuan yang tidak bisa diduakan. Sebab pendidikan sudah menjadi nafas kebangkitan islam, sudah menjadi sarana legal yang ampuh dan tajam dalam sejarah perkembangan islam. Sehingga mereka umat islam terdahulu dan sekarang berkeyakinan, islam akan mandek dan punah tampa pendidikan. Begitu juga sebaliknya. Pendidikan tanpa islam akan menjadi liar, jauh dari nilai-nilai moral keagamaan. Kalau sudah begitu, logiskah pendidikan dipisahkan dari nilai-nilai agama islam, mau menjadi apakah dunia????
 Alhasil, kita sebagai generasi muslim sangat bertanggung jawab atas hal-hal yang dapat mengancam eksistensi agama islam. Bagaimana tidak. Sedangkan tugas kita adalah menjaga islan dari kemandegan dan kepunahan, sebagaimana tugas kita juga  menyebarkan dan mengembangkan nilai-nilai islam. Walaupun secara tekstual sudah ada jaminan dari Tuhan akan kelanggengan islam. Tentunya, untuk menyikapi problem diatas, kita tidak boleh mengedepankan kekerasan dan reaktif. Karena hal itu akan semakin memperkeruh keadaan. Tampak kanlah wajah islam yang sebenarnya pada mereka. Bahwa islam tidak seperti apa yang mereka fahami selama ini. Sehingga mereka tak lagi mengotak-atik islam, melakukan pembacaan ulang terhadap islam dan apalagi, untuk memisahkan islam dari pendidikan. Ini adalah amanah bagi kita. Ini adalah tugas bagi kita. Ini adalah tantangan berat bagi kita. Wallahu a'lam. Selamat berjuang!    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar